Selasa, 29 April 2008

Teknologi Digital dan Manusia Digital

Teknologi Digital dan Manusia Digital

Sebuah ilmu berharga yang dapat ketika membaca sebuah buku yang berjudul “Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan” karya Ary Ginanjar Agustian, agar ilmu yang berharga ini tidak lepas saya berusaha untuk mengikatnya dengan menuliskannya kembali dan kemudian akan mencoba mengamalkannya, semoga diberi kekuatan dan kemampuan oleh Allah SWT.

Iptek Digital dan Imtak Digital
Era digital telah menciptakan dan melahirkan kemajuan yang sangat luar biasa di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Dimulai dengan hadirnya alat hitung, era komputer dan kemudian berkembang ke segala lini hingga merambah ke dunia penerbangan dan luar angkasa. Perubahan yang luar biasa drastis terjadi di hampir semua sektor. Terjadi Quantum Leap atau lompatan waktu yang sangat luar biasa dan mengagumkan, khususnya dibidang teknologi .

Era digital dimulai semenjak ditemukan bilangan biner, yaitu angka nol dan satu. Bilangan biner tidak mengenal angka lain kecuali angka nol dan satu saja. Bilangan biner ini telah mengubah suatu zaman.

Begitu pula yang terjadi dengan manusia, bilangan biner akan melahirkan pula peradaban manusia yang sangat tinggi, yaitu manusia digital. Manusia digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol dan satu dalam berprinsip hidup.

Angka nol adalah lambang kesucian hati dan pikiran, sedangkan angka satu adalah lambang Tuhan, atau hanya berprinsip kepada Dia Yang Maha Esa. Atau dengan kata lain : Laa (0) ilaha illallah (1). Inilah yang dinamakan era digital manusia, yaitu suatu era dimana manusia menjadi tulus dan ikhlas (0) karena berprinsip kepada Allah SWT (1) dan tidak menuhankan yang lainnya (0). Sehingga seluruh potensi (~) muncul!.

Spiritual berasal dari kata spirit, yang artinya murni. Apabila menggunakan bilangan biner - setelah melalui proses penyaringan hati (melalui bilangan nol) – maka manusia akan menemukan kemurnian spiritualitas. Artinya, apabila manusia berjiwa jernih (0), maka ia akan menemukan potensi mulia dirinya, sekaligus menemukan siapa Tuhannya (1), atau prinsip yang sesungguhnya.

“Apabila engakau mengenal siapa dirimu, maka engakau akan mengenal siapa Tuhanmu.”
Al-Hadist

Mengenai siapa Tuhan sebenarnya, berarti mengetahui apa tujuan tujuan hidup tertinggi. Ia mengenal sifat tuhannya. Ia mengenal keinginan Tuhannya, dan ia mampu membaca rambu-rambu atau rules yang tertulis pada alam semesta melalui pengenalan terhadap jati dirinya sebagai wakil Tuhan. Ia mampu menempatkan diri ditengah masyarakat, bahkan mampu membawa lingkungannya ke arah peradaban yang sesuai dengan hati nurani terdalam. Inilah yang dinamakan High Tech High Touch, yang diimpikan oleh John Naisbitt.

Pada saat manusia menempatkan dirinya pada posisi zero paradigm, maka jati diri yang penuh potensi dan yang selama ini tertutupi oleh berbagai belenggu itu akan muncul, sehingga memungkinkan bagi Cahaya Ilahi untuk memancarkan sinarnya kembali. Cahaya Ilahi itu berupa sinar keadilan, kebersamaan, kedamaian dan kasih sayang, yang didamba oleh seluruh insan manusia.

Tetapi apa yang terjadi saat ini, masyarakat mempergunakan teknologi digital hanya pada bidang teknologi atau iptek saja. Sedangkan mental manusia pengguna teknologinya terbelakang, atau bisa dikatakan masih analog! Sehingga terjadi kepincangan. Mereka telah menggunakan laptop, telepon genggam, e-mail yang merupakan hasil teknologi digital dan diciptakan dari konsep bilangan biner nol dan satu, namun banyak dari mereka yang justru stress atau gangguan kejiwaan, serta tindak kejahatan di mana-mana. Mengapa? Karena yang digital itu baru perlengkapan (piranti)-nya, dan belum mencakup mentalnya. Mental yang dimiliki orang-orangnya masih tertinggal di belakang, kalah dengan kecepatan sistem digital itu sendiri.

Mengapa dikatakan tertinggal atau terbelakang? Karena orang-orangnya justru menjadi “budak” dari perlengkapan /piranti digital tadi, sehingga tanpa disadari, yang seharusnya manusia menjadi subjek malah terbalik menjadi objek teknologi, objek materialisme, objek hedonisme dan objek dari keduniawian. Inilah yang kemudian disebut spiritual analaog, yaitu bilangan 1, 2, 3, dan seterusnya. Mereka kehilangan jati diri, karena membiarkan dirinya menjadi korban atau budak kemilaunya dunia, hamba dari teknologi digital.

Jati diri manusia bersumber dari Tuhan. Tuhan dilambangkan dengan ke-Esa-an-Nya, tunggal atau satu. Begitu pula jati diri manusia, ia harus bersih (0), agar jati diri yang sesungguhnya menjadi muncul (1). Inilah manusia maju, manusia digital, Laa (0) ilaha illallah (1). Maka pada saat itu akan lahir era peradaban manusia tertinggi di muka bumi. Manusia digital dan teknologi digital. Mengapa demikian? Karena potensi dahsyat alam bawah sadar spiritualitas hanya bisa ditransformasikan melalui transformasi digital 0 dan 1, tidak bisa melalui bilangan yang lain (analog).

Konsep digital, tidak hanya bisa ditemukan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi hikmah ini justru bisa diperoleh di ritual Haji. Sebelum para haji melaksanakan thawaf, maka mereka harus men-zero-kan dirinya (0) di saat wukuf di Arafah. Semua berbaju putih melepas semua atribut serta belenggu, mensucikan diri dan hati. Ini semua adalah upaya untuk menzerokan atau mensucikan hati, hingga mencapai titik nol (0). Setelah wukuf di Arafah, maka berdiamlah di Muzdalifah pada malam hari, anda akan mengenal diri Anda di sana, sekaligus Sang Pencipta, dan ini dapat anda rasakan ketika Anda merasa nol.

Kemudian untuk lebih meyakinkan lagi bahwa kita sungguh-sungguh sudah zero, maka lontarlah semua berhala-berhala yang bersemayam di hati, lakukan lontar jumrah, agar penghambaan terhadap materialisme atau apapun selain Allah dimusnahkan.

Setelah semua kotoran disaring di Arafah, Muzdalifah dan lontar jumrah, maka Anda akan berada pada posisi nol atau zero (0), bebas dari presepsi, bebas dari berhala, bebas dari prinsip duniawi yang membelenggu, maka lahirlah kesucian. Semua hijab telah terbuka dan kini muncul sesuatu yang hakiki, fitrah diri. Melalui kacamata yang fitrah dan jernih, maka barulah kita akan melihat Allah SWT (1), dilambangkan dengan thawaf mengelilingi Ka’bah yang tunggal. Laa ilaha illallah, yaitu bilangan nol (0) di Arafah dan satu (1) di Ka’bah.

Namun kita tidak berhenti hanya sampai di sini, segeralah bersa’i, bekerjalah dengan teguh seperti Siti Hajar yang pantang menyerah, ikhlas seperti Nabi Ismail AS. Dengan berbekal cinta yang begitu tulus kepada Allah (1).

Inilah puncak peradaban yang kelak akan terhampar di bumi. Ketika Iptek berbasis digital sertadidukung oleh Imtak digital, yaitu lahirnya manusia yang berprinsip nol dan satu yaitu Tiada Tuhan (0) selain Allah (1). Kemudian yang terjadi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, dengan kondisi masyarakatnya yang penuh dengan kedamaian, keadilan dan cinta kasih sesama umat manusia di seluruh muka bumi. Kedamaian, keadilan serta cinta tertinggi dari Asmaul Husna, sifat-sifat terindah milik Allah Azza wa Jalla.

Sabtu, 26 April 2008

Kekasih Dari Surga

Kekasih dari Surga

Suatu ketika Rasulullah di datangi oleh malaikat Jibril menghadiahi selembar daun dari surga. Dalam daun tersebut terlukis seraut wajah seorang gadis cantik. “Siapakah gerangan dia?” tanya Rasulullah dalam hati.

Malaikat Jibril lalu berkata, “Hai Muhammad, Allah SWT menyampaikan salam kepadamu dan berfirman, ‘Aku nikahkan engkau di langit dengan seorang gadis suci yang wajahnya mirip dengan lukisan ini, maka nikahilah dia di dunia.’”

Rasulullah segera memanggil seorang sahabat dan memperlihatkan selembar daun itu kepadanya. “Tahukah kamu siapakah gadis yang wajahnya mirip dengan lukisan ini?” tanya Rasulullah.

Setelah mengamati beberapa saat, sahabat itu lalu menjawab, “Lukisan ini mirip sekali dengan wajah putri sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq.”

Rasulullah pun memanggil Abu Bakar dan bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya Allah telah menikahkan putrimu Aisyah denganku di langit, dan Dia memerintahkan kepadamu supaya menikahkannya denganku di bumi.”

Mendengar penjelasan itu, Abu Bakar segera menyahut, “Ya Rasulullah, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadamu. Sebenarnya Aisyah masih kanak-kanak, apakah dia sudah mampu mengabdi kepadamu?”

“Seandainya dia tidak bisa berkhidmat kepadaku, tidak mungkin Allah menikahkan dia denganku, jawab Rasulullah.

Akhirnya Abu Bakar pun setuju. Tidak lama kemudian dilakukan akad nikah antara Rasulullah dengan Aisyah. Setelah itu Abu Bakar pulang, sesampai di rumah dia segera menata beberapa tandan kurma dan ditaruhnya di atas sebuah baki.

“Pergilah dan bawa kurma ini kerumah Rasulullah. Sampaikan kepada beliau, bahawa yang diminta oleh Rasulullah adalah ini, entah sesuai atau tidak,” pinta Abu Bakar kepada putrinya.

Bergegaslah Aisyah membawa sebaki kurma itu menuju kediaman Rasulullah. Saat itu, kebetulan beliau sedang sendirian. Aisyah lalu meletakkan baki itu di hadapan Rasulullah seraya menyampaikan pesan dari ayahnya.

“Wahai Aisyah, aku terima. Ya, aku terima, “sahut Rasulullah. Kemudian beliau mengambil ujung selendang yang dikenakan Aisyah dan menarik kearahnya. Aisyah terkejut dan menatap Rasulullah dengan marah.

“Orang-orang akan mengatakan Tuan sebagai pengkhianat!” kata Aisyah sembari menarik kembali selendangnya dari pegangan Rasulullah. Dia lantas bergegas pulang.

Melihat Aisyah pulang, Abu Bakar lantas bertanya, “wahai Aisyah, bagaimana engkau melihat Rasulullah?”

“Wahai ayah, janganlah bertanya tentang hal itu kepadaku. Sebab, beliau telah memegang selendangku dan menarik kearahnya,“ jawab Aisyah.

“Wahai putriku, janganlah engkau berprasangka jahat kepada beliau. Sebab, aku telah menikahkan engkau dengannya,” sahut Abu Bakar berusaha menenangkan hati putrinya.

Mendengar itu, Aisyah menundukkan kepala tersipu malu. Hatinya sangat bahagia. Dia sama sekali tidak menduga bakal dipertemukan dengan Rasulullah dengan cara yang unik dan penuh rahasia.

Aisyah merupakan istri pilihan Allah SWT yang memiliki banyak kelebihan. Selain muda dan cantik, dia juga cerdas dan sayang kepada Rasulullah. Sebaliknya, Rasulullah pun sangat menyayanginya. Karena wajah Aisyah selalu bercahaya, Rasulullah memanggilnya dengan amat mesra, “Ya Khumaira…” (Wahai wanita yang pipinya kemerahan…)

SM NO. 17 TH. KE-91 // 1 – 15 SEPTEMBER 2006 M

Rabu, 23 April 2008

Qolbu Ware

Dalam dunia TI kita telah mengenal istilah hardware, software dan brainware 1). hardware yang berarti perangkat keras. 2). software yang berarti perangkat lunak atau program. 3). brainware yang berarti adalah SDM. Padahal yang lebih penting dari itu adalah apa yang disebut dengan qolbuware seperti apa yang telah dinyatakan oleh Rasullullah SAW bahwasanya dalam diri manusia ada segumpal darah apabila baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila buruk maka buruklah seluruh jasad manusia ingatlah itulah hati atau qolbu, karena seluruh aktivitas manusia dipengaruhi dengan apa yang disebut dengan qolbuware, untuk menjadi baik maka hati harus memiliki qolbuware, seperti yang diungkapkan oleh Rasullullah SAW bahwasanya qolbuware adalah al ihsan yaitu bagaimana kita berbuat atau melakukan segala aktivitas dengan seolaholah melihat Allah SWT dan apabila tidak mampu maka yakinlah bahwasanya Allah SWT melihat kita. Hal ini mengisyaratkan bahwa qolbuware akan mengarahkan manusia kepada apa yang disebut dengan kewajiban asasi manusia inilah yang akan membuat manusia menjadi mahluk utama dan mulia sebagai khalifah dimuka bumi.
Sebagai manusia biasa kita berdo'a mudah mudahan kita diberi petunjuk, kekuatan dan kemampuan untuk untuk dapat mengimplementasikan apa yang disebut dengan qolbuware. amin ya rabbal 'alamin.

Kamis, 17 April 2008

Sinergi dan Keunggulan Bersaing

Sebuah pribadi/institusi/organisasi tentu menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik seperti yang telah tersirat dalam sebuah hadist bahawa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, untuk menjadi lebih baik dan mewujudkan suatu tujuan kita harus melakukan suatu sinergi dengan lingkungan sekitar kita, karena sebagai manusia kita tidak dapat berdiri sendiri utuk itulah kita perlu melakukan sebuah sinergi, ada beberapa syarat yang harus diterapkan agar sebuah sinergi dapat dibangun dalam sebuah pribadi/institusi/organisasi yang pada akhirnya akan menimbulkan sebuah keunggulan bersaing, kondisi tersebut adalah sebuah semangat yang perlu kita bangun dan kembangkan yaitu 1) persaudaraan dalam kondisi yang berbeda beda (unity in diversity) 2) menyelesaikan masalah (problem solving oriented) 3) manfaat (advantage) 4) terus belajar (lifetime education). dengan semangat tersebut kita dapat mewujudkan sinergi dan mencapai sebuah keunggulan pribadi yang akhirnya menjadi manusia yang unggul. Mudah-mudah kita semua mendapat petunjuk, kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakannnya, amin ya rabbal alamin.

Rabu, 02 April 2008

Kewajiban Asasi & Hak Asasi

Banyak orang saat ini membicarakan hak asasi, padahal apabila kita bicara tentang hak maka itu adalah tuntutan tetapi jarang sekali orang yang membicarakan kewajiban asasi, karena kewajiban itu berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab. 
Padahal sesungguhnya kita baru boleh berbicara tentang hak apabila telah melaksanakan kewajiban.
Orang yang adil adalah orang yang menjaga keseimbangan antara kewajiban dan hak, sedangkan orang yang bijaksana adalah orang yang mampu mengutamakan dan mendahulukan kewajiban daripada hak, orang ikhlas adalah mereka yang mampu melaksanakan kewajiban tanpa menuntut hak dengan dasar kewajiban asasi yaitu tugas dari Allah SWT dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Semoga kita semua bisa melaksanakan kewajiban asasi tersebut. Amin Ya Rabbal Alamin.

Education For All And Lifetime Education

Education For All And Lifetime Education

Dalil hadits:
طَلََبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim." (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Hafidz Al Mazziy)

Perjalanan menuntut ilmu merupakan perjalanan yang tidak berujung (lifetime), karenanya harus ditempuh oleh setiap muslim sepanjang perjalanan hidupnya, Rasulullah saw sendiri mengisyaratkan kepada kita dengan sabdanya yang terkenal, yakni "tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat". Dalam hadits itu, beliau tidak menyatakan tuntut ilmu dari buaian sampai mati, kesan yang bisa kita tangkap dari kalimat beliau adalah meskipun seseorang sudah mati, bila seandainya sampai sebelum dikuburkan kita masih bisa mendapakan ilmu, maka carilah ilmu itu.

semua manusia adalah belajar dengan tiada akhir, ingat kembali siapa diri kita yang dulu tidak ada, tidak bisa berbuat apa-apa lalu menjadi seperti saat ini, darimanakah kita bisa belakukan segala aktitivtas, tentu adalah dari proses belajar yang tiada henti. salah satu dari sekian banyak proses belajar manusia adalah dari mencontoh. Manusia boleh mencontoh dan memang pada hakikatnya semua manusia mencontoh, akan tetapi masalahnya bukan pada mencontohnya melainkan apa yang dicontoh dan bagaimana proses mencontohnya, kalau manusia mencontoh kebaikan dengan sebuah proses yang baik tentu saja boleh dan sangat dianjurkan bahkan kita semua disuruh untuk mencontoh kebaikan yang berasal dari pemberi contoh sejati yaitu Rasullullah SAW.
"sungguh dalam diri Rasullullah itu terdapat suri tauladan yang baik"
Word of the Day

Quote of the Day

Article of the Day

This Day in History

Today's Birthday

In the News